Gizi Buruk Lahirkan "Generasi Bodoh"
10:56:00 am Posted In kesehatan Edit This 0 Comments »Persoalan gizi pada anak-anak berusia balita masih menjadi masalah serius pada sebagian besar kabupaten/kota di Indonesia. Data yang dicatat Departemen Kesehatan RI, pada tahun 2007 ada 18,4 persen anak balita yang kekurangan gizi, terdiri dari gizi kurang 13,0 persen dan gizi buruk 5,4 persen.
Fenomena kurang gizi sendiri disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, mulai dari kemiskinan, kondisi lingkungan, buruknya layanan kesehatan, dan kurangnya pemahaman mengenai gizi.
Di usia sekolah, anak-anak bergizi buruk dan gizi kurang tidak akan dapat berpikir cerdas karena sel-sel otaknya tidak tumbuh maksimal. "Anak yang kekurangan gizi otaknya akan mengecil, ini tidak bisa diperbaiki karena periode emas pertumbuhan otaknya sudah terlewati," papar Dr.dr.Tb.Rachmat Sentika, Sp.A, tim ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam diskusi bersama media dengan tema 'Gizi dan Masa Depan Generasi Muda' di Jakarta, Selasa (30/3/2010).
Apabila otak kosong tersebut banyak diderita oleh anak balita, potensi putus sekolah juga menjadi tinggi. Pada usia dewasa, mereka tidak produktif sehingga akhirnya hanya akan menjadi beban bagi keluarganya dan perekonomian. Seterusnya, akan lahir generasi bangsa yang bodoh di tahun-tahun yang akan datang.
"Agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, pemenuhan gizi mereka perlu diperhatikan, yang dimulai dengan pemberian ASI sejak lahir hingga usia enam bulan. Setelah itu makanannya harus memenuhi unsur karbohidrat, protein, lemak, serta sayur dan buah," papar dr.Rachmat.
Selain itu, balita juga wajib mendapatkan imunisasi dan tumbuh kembangnya dipantau secara berkala dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat). "Pertumbuhan anak disebut normal jika berat badan dan panjang badan tumbuh sejajar dengan kurva baku dan grafiknya cenderung naik," tambah dr.Rachmat dalam acara diskusi yang diadakan oleh Pfizer tersebut. (www.kompas.com)
Fenomena kurang gizi sendiri disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, mulai dari kemiskinan, kondisi lingkungan, buruknya layanan kesehatan, dan kurangnya pemahaman mengenai gizi.
Di usia sekolah, anak-anak bergizi buruk dan gizi kurang tidak akan dapat berpikir cerdas karena sel-sel otaknya tidak tumbuh maksimal. "Anak yang kekurangan gizi otaknya akan mengecil, ini tidak bisa diperbaiki karena periode emas pertumbuhan otaknya sudah terlewati," papar Dr.dr.Tb.Rachmat Sentika, Sp.A, tim ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam diskusi bersama media dengan tema 'Gizi dan Masa Depan Generasi Muda' di Jakarta, Selasa (30/3/2010).
Apabila otak kosong tersebut banyak diderita oleh anak balita, potensi putus sekolah juga menjadi tinggi. Pada usia dewasa, mereka tidak produktif sehingga akhirnya hanya akan menjadi beban bagi keluarganya dan perekonomian. Seterusnya, akan lahir generasi bangsa yang bodoh di tahun-tahun yang akan datang.
"Agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, pemenuhan gizi mereka perlu diperhatikan, yang dimulai dengan pemberian ASI sejak lahir hingga usia enam bulan. Setelah itu makanannya harus memenuhi unsur karbohidrat, protein, lemak, serta sayur dan buah," papar dr.Rachmat.
Selain itu, balita juga wajib mendapatkan imunisasi dan tumbuh kembangnya dipantau secara berkala dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat). "Pertumbuhan anak disebut normal jika berat badan dan panjang badan tumbuh sejajar dengan kurva baku dan grafiknya cenderung naik," tambah dr.Rachmat dalam acara diskusi yang diadakan oleh Pfizer tersebut. (www.kompas.com)
0 comments:
Post a Comment